Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan propam memeriksa Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iqbal Alqudusy. Desakan pemeriksaan untuk Kombes Pol Iqbal dilatarbelakangi pernyataannya terkait hasil penyelidikan terhadap Mbak R (28), wanita asal Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, Jateng. Seperti diketahui, Mbak R inilah yang menyebabkan Kasat Reskrim Polres Boyolali AKP Eko Marudin dicopot.
Mbak R mengaku diperkosa pria yang diduga polisi berdinas di Polda Jateng. Namun, saat lapor itu lah Mbak R justru mendapat ejekan dari Kasat Reskrim Polres Boyolalu AKP Eko Marudin hingga membuat putus asa dan menangguhkan laporannya. Saat itu, AKP EKo Marudin menyindir R dengan mengucap kalimat: “ha piye? Penak to?”.
Tak terima mendapat perlakuan itu, R akhirnya melaporkan AKP Eko Marudin hingga akhirnya dia dicopot dari jabatannya oleh Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi. Setelah insiden ini, penyidik Polda Jateng akhirnya menyelidiki kasus dugaan pemerkosaan itu. Kombes Pol Iqbal Alqudusy menyatakan jika antara korban dan pelaku pemerkosaan suka sama suka.
Pernyataan tersebut keluar di hari yang sama setelah R dimintai keterangan di Polda Jawa Tengah pada Senin (24/1/2022). Kemudian, dari sisi korban R membantah pernyataan dari Kombes Pol Iqbal Alqudusy tersebut melalui pengacaranya. Informasi yang telah beredar tersebut, sempat membuat gaduh masyarakat.
Hal itulah, yang kemudian membuat IPW menganggap Kombes Pol Iqbal telah membocorkan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang seharusnya tidak boleh disebarkan selama proses penyelidikan berlangsung. Melalui Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan IPW mendesak Kapolri untuk segera memeriksa Kabid Humas Polda Jawa Tengah atas tindakannya tersebut. "Sehingga dengan mencuatnya isi BAP sebagai sumber berita bisa mengganggu proses penyelidikan dan pengembangan kepada diduga pelaku tindak pidana," tambah Sugeng.
Tersebarnya isi BAP tersebut, menurut Sugeng dapat membuat kondisi korban R semakin terpuruk dan menambah catatan negatif di tubuh kepolisian. Bersama dengan desakan tersebut, Sugeng juga mengutarakan 5 alasan mengapa tindakan Kombes Pol Iqbal tidak profesional dan tidak sesuai dengan prosedur. "Pertama, keterangan dalam BAP dalam proses penyelidikan adalah informasi yang bersifat tertutup, terdapat kewajiban polisi menyimpan rahasia terkait dengan tugas dan jabatannya," terangnya.
Sugeng menilai keterangan pers yang disampaikan sesaat setelah korban R diperiksa, terlihat seperti ada kepentingan mendesak yang harus disampaikan ke publik. Namun, ia tak melihat ada sesuatu yang mendesak dalam kasus kali ini, yang harus segera disampaikan ke publik. Kemudian, dengan dibocorkannya BAP tersebut, terdapat potensi besar terlapor GWS akan mudah membantah dan berkelit, mengingat hingga saat ini terlapor belum diperiksa.
"Yang keempat kasus laporan pemerkosaan korban R masih dalam pendalaman, yang mana ada saksi dan terlapor yang harus diperiksa," terangnya. "Sehingga dengan adanya pernyataan pers ini seakan akan Polda Jateng telah menyimpulkan bahwa perkara pemerkosaan korban R adalah tindak benar," tambahnya. Terakhir, seharusnya hak informasi hasil penyelidikan harus disampaikan pada korban melalui SP2HP, namun realitanya disampaikan kepada publik terlebih dahulu.
"Dengan begitu, IPW melihat adanya pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin Polri dalam PP Nomor 3 tahun 2002 dan juga pelanggaran etika yang diatur dalam Perkap Nomor 14 tahun 2011," pungkasnya. Kombes Iqbal Alqudusy, Kepala Humas Satgas Nemangkawi yang dimutasi Kapolri. Iqbal lalu menyebut, R tak bisa mengelak setelah polisi menyodorkan sejumlah bukti.
"Penyidik Ditreskrimum mempunyai bukti rekaman CCTV di hotel tempat R ngamar bersama GWS (inisial), pasangannya. Salah satu bukti yang ditelaah Polda Jateng adalah rekaman CCTV. Menurut Iqbal, dari gestur di CCTV, R dan GWS terlihat mesra.
Bahkan, saat membayar hotel, kedua orang tersebut terlihat berebut untuk saling membayar. "Sementara dari hasil visum diketahui tidak ada tanda lecet atau memar seperti normalnya korban perkosaan. Maka dari itu, penyidik melihat kejanggalan dalam hal ini," jelasnya. Ditambahkan, penyidik juga sempat menyodorkan beberapa fakta lain yang akhirnya tidak dapat dibantah oleh wanita 28 tahun itu.
"Dia tidak dapat mengelak dan akhirnya mengaku hubungan yang dilakukan dengan GWS adalah karena suka sama suka," ungkap Kombes M Iqbal. Sedangkan terkait pelaporan rudapaksa hingga akhirnya mengaku mendapat pelecehan verbal oknum perwira Boyolali itu diduga hanya untuk bargaining saja. "Motifnya dia ingin punya nilai tawar. Dia sengaja membuat laporan sedemikian rupa.
Tujuannya, agar Polres Boyolali meringankan kasus suaminya yang ditangkap karena menjadi bandar judi," terang Kabidhumas. Sebagai mana diketahui, suami R yang berinisial SH (26) menjadi tahanan Polres Boyolali karena diduga menjadi bandar judi. SH ditangkap bersama lima pengepul judi dan ditahan sejak awal Januari 2022 lalu.
"Kasus perjudian dengan tersangka SH dan lima orang lainnya tersebut ditangani penyidikannya oleh Polres Boyolali. Saat ini sudah memasuki tahap satu dan diharapkan tuntas dalam dekat," terang Iqbal. Akhirnya terungkap sosok yang merudapaksa wanita Boyolali berinisial (R) berujung pencopotan Kasat Reskrim Polres Boyolali. Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum R, Hery Hartono dengan tegas membantahnya.
Sendiri menjalani pemeriksaan dan dimintai keterangan di Polda Jateng Senin (24/1/2022). Hery juga ikut menemani R selama proses pemeriksaan. Dia menegaskan tidak ada kata suka sama suka dihasil BAP.
Selama pemeriksaan R menjelaskan jika dirinya mendapatkan ancaman pembunuhan yang ditujukan pada R dan suaminya. Menurutnya, rasa takut tersebut sudah masuk kekerasan dalam bentuk psikis. Dia menekankan, intinya dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) tadi tidak ada kata suka sama suka, tetapi pasrah.
"Kita bisa mengkonotasikan, meski di dalam CCTV terlihat biasa biasa saja tetapi kan CCTV tidak bisa menjelaskan apapun termasuk keterpaksaan, coba nanti hasil visum psikologi (korban) seperti apa," ujarnya. "Kami tekankan, kami keberatan dengan rilis itu. Itu tidak sesuai dengan BAP nya," aku dia. Dia menjelaskan, kejadian itu bukan suka sama suka tapi pasrah.
"Dan itu akan kami jabarkan serta perkuat nanti, apakah pasrahnya itu karena bojone pengen selak keluar (suaminya ingin cepat keluar)," jelas dia. "Terus tidak ada kata itu mau diposisi tawar, gila! Itu anak kampung mana ada pikiran buat tawar. Yang ada kepanikan sebagai seorang ibu," katanya. Saat dimintai keterangan R juga konsisten mengaku diancam.
"Pelaku sampai saat ini juga belum ditangkap karena ini masih bersifat aduan dan akan dilakukan gelar perkara," aku dia. "Kita akan memperkuat bukti laporan kita, tapi malah muncul rilis seperti ini, padahal ini korban lho," jelasnya. Selain itu, pihaknya juga belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
Kemudian bukti rekaman CCTV dinilai belum kuat. Sebab menurut dia, tidak ada bukti suara dan belum bisa menjelaskan secara gamblang kondisi R yang sebenarnya pada saat itu. "Bisa saja korban disuruh biasa biasa saja dan lain sebagainya, diminta bersikap wajar karena ancaman dibunuh," aku dia.
"Ada kalimat kalimat seperti itu yang konsisten diungkapkan klien saya. Maka kami akan proaktif dengan melengkapi dengan pendapat pendapat ahli untuk memperkuat laporan kita," terangnya. Hery mengaku akan menemui Indonesia Police Watch (IPW) serta Komisi Nasional Anti Kekerasa (Komnas) Perempuan untuk meminta kasusnya dikawal terus. "Kita melihat ada hal hal yang perlu kita sikapi," ujarnya.
Selain itu, pemeriksaan pada suami R terkait kasus ini akan digelar pada Rabu (26/1/2022). "Kami tetap kawal terus kasus ini dan mendalai serta akan mencari pendukung pendukung dari pernyataan korban," pungkasnya.